Sok Inggris, Asal British

Mencoba untuk mempraktekan bahasa Inggris malah ditertawakan karena grammar yang berantakan dan logat yang dibuat-buat. Lingkungan yang tidak mendukung ditambah dengan tidak adanya teman untuk diajak berbicara.

Sok Inggris, Asal British
Photo by Product School / Unsplash

Hari dimana ketika saya ditelpon oleh nomor yang tidak dikenal. Dengan kepala +44... Saya yakin nomer itu bukan nomer indonesia. Kebiasaan saya, mengabaikan nomor yang tidak dikenal, namun entah kenapa ada dorongan untuk mengangkat nomor tersebut dan benar, ternyata yang menelpon adalah bule. Logat Inggris british yang fasih, saat itu bibir lidah membeku tidak dapat berkata-kata.

Entah hal sepele tersebut membuat saya cukup malu, dan ada perasaan menyesal yang cukup membekas. Saat itu saya cukup mengerti apa yang hendak disampaikan bule, hendak menawankan produk karena sebelumnya saya pernah mendaftarkan email perusahaan untuk membuat akun layanan domain. Namun kenapa saya menjadi panik ketika menerima telepon dan membuat saya sampai tidak berkata-kata. Jujur saat itu saya orang yang gerogi ketika menerima telepon, ditambah orang yang menelpon juga orang asing. Krisis percaya diri mulai tumbuh disitu. Memberikan singal yang sangat jelas, ada sesuatu yang harus saya ubah, sesuatu yang harus saya lakukan agar tidak terjadi kejadian awkward itu kembali. Konyol dan sepele, namun hal sangat mempengaruhi tahun-tahun kedepan.

Hari berlalu dan akhirnya pulang ke tempat kos dengan membawa bekas cerita yang seru. Kebetulan di tempat kos ada teman satu kos yang bekerja sebagai guru bahasa Inggris waktu itu. Memiliki latarbelakang sastra Inggris, saya pun menceritakan kejadian yang saya alami di kantor. Sewaktu SMA dan kuliah, saya cukup dikenal untuk kemampuan bahasa inggris untuk percakapan dan conversational. Saya cukup percaya diri dengan kemampuan bahasa Inggris saya untuk berbicara didepan kelas. Saya memutuskan untuk mengajak teman kos saya untuk berbicara bahasa Inggris sehari-hari. Karena dalam lingkungan tempat tinggal kami sering berinteraksi, maka mudah bagi kami untuk mempraktekannya. Senang sekali dia juga setuju dengan ide tersebut, minatnya terhadap bahasa Inggris yang tinggi membuatnya antusias untuk berbicara spontan dilingikungan kami.

Hal yang cukup saya kesalkan di lingkungan saya adalah ketika saya mencoba untuk belajar bahasa Inggris, menggunakan suku kata Inggris, orang-orang cendrung mencemooh 'sok Inggris', ngomong ketinggian. Logat jawa/sunda gaya-gayain mau berbahasa Inggris. Lebih lagi, menternawakan dan mempermalukan ketika kita sedang mencoba untuk speak up. Bagi orang-orang yang memiliki percaya diri yang hinggi atau kecerdasan sosial yang bagus, hal itu tentu bukan masalah dan dapat diatasi dengan baik oleh mereka, namun bagi saya yang memiliki kecerdasan di bidang lain, hal ini sangat men-discourage saya untuk berani mencoba belajar dan mempraktekan bahasa Inggris.  Harapan besar untuk menemukan parter yang mau diajak berbincang bahasa Inggris sanggat dirindukan. Saya sangat bersyukur untuk bisa memilikinya.

Percakapan kami dimulai dengan sangat sederhana, membicarakan hari-hari yang kami lalui dikantor, menanyakaan keadaan yang terjadi di tempat kos, meminta bantuan hingga sharing pengalaman personal. Setiap interaksi biasanya kita dimulai dengan membahas hal umum akan suatu peristiwa, kemudian kami menyampaikan pendapat dan opini personal kita akan peristiwa tersebut, kemudian kami hubungkan dengan pengalaman personal yang pernah kami alami. Dari satu topik simpel, kami dapat ngobrol panjang, bertukar pikiran bahkan berargumen menggunakan bahasa Inggris. Kami sungguh menikmati pembicaraan tersebut bahkan tidak jarang kami lupa waktu hingga larut malam.

Lingkungan kos pun mulai menaruh perhatian tentang pembicaraan bahasa Inggris kami. tidak jarang kami temukan beberapa orang terlihat bingung melihat percakapan kita. Ada juga yang membercandakan kami menggunakan bahasa Inggris agar dapat tergabung dengan pembicaraan kami. Namun saya bersyukur tidak ada yang benar-benar mengolok-olok grammar saya yang berantakan dan logat Inggris yang dibuat-buat. Terkadang ada juga yang bertegur-sapa menggunakan bahasa Inggris yang umum digunakan. Ada beberapa teman kami juga yang mencoba untuk ikut bergabung dalam percakapan kita. Sesederhana membahas topik seputar bahasa Inggris dan betukar pengalaman perjalanan mereka dalam belajar bahasa Inggris. Hingga akhirnya terbentuklah English Club kecil-kecilan dilingkungan kami.

Beberapa bulan kami melakukan kebiasaan itu, saya mulai melihat karakter teman saya yang dominan dan populer menjadikan dia cukup dihormati di lingkungan kos kami sehingga tidak ada yang dengan sengaja untuk merendahkan kami. Hal tersebut membuat saya merasa aman dan nyaman untuk mempraktekan bahasa Inggris saya tanpa khawatir untuk dikritik ketika membuat kesalahan atau dipermalukan dan ditertawakan saat mengucapkan sebuah kata. Saya mulai berani menggunakan ekspresi-ekspresi dan ungkapan yang sering saya dengar di film. Mengutarakan pujian, apresiasi dan, ketidak-setujuan terasa lebih alamiah ketika diucapkan menggunakan bahasa Inggris. Ungkapan-ungkapan yang biasanya tidak enak jika kita sampaikan menggunakan bahasa Indonesia, lebih mudah untuk diungkapan dengan bahasa Inggris. Pujian yang biasanya di Indonesia dianggap berlebihan, terasa lebih mudah untuk diungkapan.  Bahas mencerminkan budaya memang betul saya rasakan. Bahasa Inggris, adalah bahasa yang ekspresif sudah saya alami ketika sudah mempraktekannya. Saya menemukan persona yang selama ini mustahil untuk orang seperti saya.

Bagi teman-teman yang ingin memulai untuk mempraktekan bahasa Inggris kalian, cara yang paling efektif adalah mencari rekan yang nyaman buat kalian untuk melatih bahasa Inggris kalian. Biasanya orang yang memiliki tujuan yang sama untuk sama-sama belajar percakapan bahasa Inggris. Teman yang tidak membuat kalian tidak merasa takut ketika berbuat salah, tidak mudah menjatuhkan ketika kalian berupaya untuk mengembangkan diri dan, merasa nyaman sehingga membuat percakapan lebih hidup. Apabila kalian sudah lancar dan percaya diri dengan kemampuan bahasa Inggris kalian, ajaklah orang-orang yang ingin belajar, dorong mereka untuk memulai percakapan dengan bahasa Inggris. Aura percaya diri kalian sangat mempengaruhi lawan bicara kalian yang masih belum percaya diri untuk merasa nyaman dan mau belajar. Memberikan ruang untuk berbuat salah tanpa dipatahkan semangatnya.

Mulailah seperti bayi, mulai saja dulu. Ketika mereka mulai belajar berbicara, mereka tidak belajar dari tata bahasa dan struktur kalimat. Mereka memulai dengan berucap apa yang mereka dengar, mengulang-ulangnya sehingga mengerti tatacara penggunaannya yang tepat. Dalam belajar bahasa baru, gunakanlah metode belajar seperti itu. Mulai dari mendengar yang banyak dan ucapkan. Imitasi kalimat-kalimat yang sering digunakan orang-orang hingga kita dapat melafalkannya dengan mudah. Layaknya belajar menari, kita tidak dapat melakukannya hanya dengan menonton video, kita harus melakukannya sendiri.  Awalnya kita menari dengan sangat kaku, menghafalkan gerakan-gerakan selanjutnya. Hingga kita hafal dan dapat bergerak diluar kesadaran kita. Berbicara bahasa asing pun sama, koordinasi antara lidah, mulut dan bibir harus dilatih. Pemilihan kata-kata dan konstruksi kalimat juga bisa dilatih dengan repetisi. Semakin sering anda menggunakan bahasa Inggris, semakin cepat anda menguasainya. Tidak ada cara lain.

Tetaplah belajar, jadikan bahasa Inggris sebagai kebiasaan untuk berkomunikasi. Mungkin pada artikel selanjutnya saya juga akan berbagi pengalaman personal untuk secara terus-menerus menggunakan bahasa Inggris dengan rutin. Menambah literasi bahasa asing dan mengkespresikannya kedalam bentuk tulisan dan percakapan. Kalian akan berkesan dengan perjalanan pembelajaran kalian.